TELKOMSEL SMS Pro
Layanan Telkomsel SMS Pro merupakan layanan nilai tambah Telkomsel berbasis SMS. Layanan ini membantu pelanggan Telkomsel untuk dapat mengatur pesan-pesan sesuai kebutuhan pelanggan. Gunakan layanan ini dengan mengetik SMS dengan isi pesan "Menu" dan kirimkan ke 2255
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Selasa, 16 Oktober 2012
BACAAN DOA SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SAHWI
13.48
Susanto Rahmat
No comments
Apa bacaannya pada saat sujud tilawah atau sujud sahwi?
Jawab:
Adapun sujud tilawah ada dua hadits yang menjelaskannya, tapi keduanya adalah hadits dho’if (lemah).
Satu : Hadits ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha- :
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ فِيْ
سُجُوْدِ الْقُرْآنِ بِالْلَيْلِ سَجَدَ وَجْهِيْ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ
وَشَقَّ سَمْعُهُ وَبََصَرُهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ
“Adalah
Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam beliau membaca dari sujud Al-Qur’an
(sujud tilawah-pent.) pada malam hari : “Telah sujud wajahku kepada Yang
Menciptakanku, maka beratlah pendengaran dan penglihatan karena
kemampuan dan kekuatan-Nya”. Dan dalam riwayat Hakim ada tambahan :
“Maka Maha Berkah Allah sebaik-baik pencipta”. Dan dalam riwayat Ibnu
Khuzaimah : “Beliau mengucapkannya tiga kali“.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahaway dalam Musnadnya 3/965 no.1679,
Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf 1/380 no.4372, Ahmad dalam Musnadnya
6/30, Tirmidzy 2/474 no.580 dan 5/456 no.3425, An-Nasai 2/222 no.1129
dan Al-Kubro 1/239 no.714, Abu Ahmad Al-Hakim dalam Syi’ar Ashhabul
Hadits no.82, 83, Ibnu Khuzaimah 1/382, Hakim 1/341-342, Ad-Daraquthny
1/406, Al-Baihaqy 2/325, Abu Syaikh Al-Ashbahany dalam Ath-Thobaqat
3/513 dan Ath-Thobarany dalam Al-Ausath 4/9 no.4376.
Semua meriwayatkan hadits ini dari jalan Khalid bin Mihran Al-Hadzdza` dari Abul’Aliyah dari’Aisyah.
Cacat yang menyebabkan hadits ini lemah adalah Khalid bin Mihran tidak mendengar dari Abul’Aliyah. Berkata Imam Ahmad : “Khalid tidak mendengar dari Abul’Aliyah“. Baca : Tahdzib At-Tahdzib dan Jami’ At-Tahshil karya Al- ˜Ala`i.
Dan
Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya menegaskan bahwa sebenarnya antara
Khalid dan Abul’Aliyah ada perantara yaitu seorang rowi mubham (seorang
lelaki yang tidak disebut namanya-pen.).
Saya
berkata : Apa yang disebutkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Khuzaimah ini
memang benar karena Khalid bin Mihran dari seluruh referensi yang
disebutkan di atas ia meriwayatkan dari Abul’Aliyah dengan lafadz’An
(dari) sehingga riwayat Khalid ini dianggap terputus dari Abul’Aliyah
apabila telah terbukti ada riwayat lain menyebutkan ada perantara antara
Khalid dengan Abul’Aliyah.
Dan
ternyata ada riwayat dari jalan’Isma’il bin’Ulayyah dari Khalid bin
Mihran dari seorang lelaki dari Abul’Aliyah dari’Aisyah
-radhiyallahu’anha-.
Riwayat’Isma’il
bin’Ulayyah ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 6/217, Abu Daud
2/60 no.1414, Ibnu Khuzaimah 1/283 dan Al-Baihaqy dalam Al-Kubro 1/325
dan As-Sughro 1/509.
Maka
bisa disimpulkan bahwa hadits’Aisyah ini adalah hadits yang lemah
karena Khalid tidak mendengar dari Abul’Aliyah dan perantara antara
keduanya adalah seorang rawi mubham. Karena itulah hadits ini disebutkan
oleh Syaikh Muqbil bin Hady Al-Wadi’y -rahimahullahu- dalam Ahadits
Mu’allah Zhohiruha Ash-Shihhah hadits no. 395.
Kedua : Hadits Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-
قَرَأَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ سَجَدَةً ثُمَّ
سَجَدَ فَسَمِعْتُهُ وَهُوَ يَقُوْلُ اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِيْ بِهَا
عِنْدَكَ أَجَرًا وَضَعْ عَنِّيْ بِهَا وِزْرًا وَاجْعَلْهَا لِيْ عِنْدَكَ
ذَخَرًا وَتَقَبَّلْهَا مِنِّيْ كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ
دَاوُدَ
“Nabi
shalallahu ‘alaihi wa salam membaca satu ayat dari ayat-ayat sajadah
lalu beliau sujud kemudian beliau membaca doa : “Wahai Allah tulislah
untukku dengannya disisiMu sebagai pahala dan letakkanlah dariku
dengannya dosa dan jadikanlah untukku disisiMu sebagai modal dan
terimalah dariku sebagaimana Engkau menerima dari hambaMu (Nabi) Daud“.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Tirmidzy 2/472 no.549 dan 5/455-456 no.3424, Ibnu
Majah 1/334 no.1053, Ibnu Khuzaimah 1/282-283 no.572-573, Ibnu Hibban
sebagaimana dalam Al-Ihsan 6/473 no.2568 dan Al-Mawarid no.691, Al-Hakim
1/341, Al-Baihaqy 2/320, Abu Ahmad Al-Hakim dalam Syi’ar Ashhabul
hadits no.84, Ath-Thobarany 11/104 no.11262, Al-‘Uqoily dalam
Ad-Du’afa` 1/242-243, Al-Khalily dalam Al-Irsyad 1/353-354 dan Al-Mizzy
dalam Tahdzib Al-Kamal 6/314.
Semuanya
meriwayatkan dari jalan Muhammad bin Yazid bin Hunais dari Hasan bin
Muhammad bin’Ubaidillah bin Abi Yazid berkata kepadaku Ibnu Juraij : “Wahai Hasan, kakekmu’Ubaidillah bin Abi Yazid mengabarkan kepadaku dari Ibnu’Abbas”.
Saya berkata : Dalam hadits ini ada dua cacat :
1.
Muhammad bin Yazid bin Hunais. Abu Hatim berkomentar tentangnya :
“Syaikhun sholihun (Seorang Syaikh yang sholeh)”. Dan Ibnu Hibban
menyebutkannya dalam Ats-Tsiqot maka rawi seperti ini tidak dipakai
berhujjah kalau bersendirian karena itu Al-Hafidz menyimpulkan dari
Taqrib At-Tahdzib : “Maqbul (diterima haditsnya kalau ada pendukungnya,
kalau tidak ada pendukungnya ia adalah layyinul hadits (lembek
haditsnya)”.
2. Hasan bin Muhammad bin’Ubaidillah. Adz-Dzahaby berkomentar tentangnya : “Berkata
Al-‘Uqoily : “laa yutaba’u’alaihi (Ia tidak mempunyai pendukung)” dan
berkata yang lainnya : “Padanya (Hasan bin Muhammad) ada Jahalah (tidak
dikenal)”. Maka rawi ini juga tidak dipakai berhujjah kalau
bersendirian.. Apalagi Imam At-Tirmidzy menganggap bahwa hadits ini
adalah hadits ghorib. Dan istilah hadits ghorib menurut Imam At-Tirmidzy
adalah hadits lemah. Wallahu A’lam.
Kesimpulan:
Tidak
ada hadits yang shohih tentang doa sujud tilawah maka kalau seseorang
membaca ayat dari ayat-ayat sajadah dalam sholat kemudian ia sujud maka ia membaca doa seperti yang ia baca dalam sujud sholat. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad sebagaimana dalam Al-Mughny 2/362 dan Masail Imam Ahmad riwayat Ibnu Hany 1/98.
Adapun kalau sujud tilawahnya di luar sholat maka tidak ada syariat membaca doa apapun. Wallahu A’lam.
Adapun
doa sujud sahwi kami tidak mengetahui ada doa yang khusus pada sujud
sahwi tersebut mungkin karena itu Imam Ibnu Qudamah berkata bahwa yang dibaca dalam sujud sahwi adalah sama dengan apa yang dibaca pada sujud sholat.
Sumber: Baca : Al-Mughny 2/432-433. Wal ‘Ilmu’Indallah Penulis: Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain, Sumber: http://an-nashihah.com/ judul: Bacaan Doa Sujud
13.39
Susanto Rahmat
No comments
POLIGAMI BUKAN SUNNAH, TETAPI HUKUMNYA JAIZ (BOLEH)
- Apakah Disunnahkan poligami dalam Islam ?
- Sebuah Petikan Tentang Keadilan Salaf
- Peringatan bagi yang Tergesa-gesa
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ
خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ
مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا
تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى
أَلَّا تَعُولُوا
Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265], Maka (kawinilah)
seorang saja [266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An Nisa’ : 4)
[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam memenuhi isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266]
Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum
turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para
nabi sebelum nabi Muhammad ayat Ini membatasi poligami sampai empat
orang saja.
- Apakah Disunnahkan Poligami Dalam Islam ?
Poligami ini disunnahkan bila seorang laki-laki dapat berbuat adil di antara istri-istrinya berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Namun bila kalian khawatir tidak dapat berbuat adil maka nikahilah satu wanita saja” (QS. An Nisa: 3)
Dan
juga bila ia merasa dirinya aman dari terfitnah dengan mereka dan aman
dari menyia-nyiakan hak Allah dengan sebab mereka, aman pula dari
terlalaikan melakukan ibadah kepada Allah karena mereka. Allah Ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Wahai
orang-orang yang beriman sesungguhnya istri-istri dan anak-anak kalian
adalah musuh bagi kalian maka berhati-hatilah dari mereka“. (QS. At Taghabun: 14)
Di
samping itu ia memandang dirinya mampu untuk menjaga kehormatan mereka
dan melindungi mereka hingga mereka tidak ditimpa kerusakan, karena
Allah tidak menyukai kerusakan. Ia mampu pula menafkahi mereka. Allah
Ta’ala berfirman:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Hendaklah
mereka yang belum mampu untuk menikah menjaga kehormatan dirinya hingga
Allah mencukupkan mereka dengan keutamaan dari-Nya” . (QS. An Nur:33)
(Dinukil dari “Fiqh Ta’addud Az Zawjaat”, hal. 5)
Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i pernah ditanya tentang hukum poligami, apakah sunnah? beliau menjawab: “Bukan sunnah, akan tetapi hukumnya jaiz (boleh)“.
Sebuah Petikan Tentang Keadilan Salaf
Ibnu
Abi Syaibah Rahimahullah berkata dalam “Al Mushannaf” (4/387): Telah
menceritakan kepada kami Abu Dawud Ath Thayalisi dari Harun bin Ibrahim
is berkata: Aku mendengar Muhammad berkata terhadap seseorang yang
memiliki dua istri: “Dibenci ia berwudlu hanya di rumah salah seorang istrinya sementara di rumah istri yang lain ia tidak pernah melakukannya“. (Atsar ini shahih)
Selanjutnya
beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Mughirah dari
Abi Muasyir dari Ibrahim tentang seseorang yang mengumpulkan beberapa
istri : “Mereka menyamakan di antara istri-istrinya sampaipun sisa
gandum dan makanan yang tidak dapat lagi ditakar/ditimbang (karena
sedikitnya) maka mereka tetap membaginya tangan pertangan“. (Atsar ini shahih dan Abu Muasyir adalah Ziyad bin Kulaib, seorang yang tsiqah)
Peringatan !!!
Di
antara manusia ada yang tergesa-gesa dan bersegera melakukan poligami
tanpa pertimbangan dan pemikiran, sehingga ia menghancurkan kebahagiaan
keluarganya dan memutus ikatan tali (pernikahannya) dan menjadi seperti
orang yang dikatakan oleh seorang A’rabi (dalam bait syairnya):
Aku menikahi dua wanita karena kebodohanku yang sangat
Dengan apa yang justru mendatangkan sengsara
Tadinya aku berkata, ku kan menjadi seekor domba jantan di antara keduanya
Merasakan kenikmatan di antara dua biri-biri betina pilihan
Namun kenyataannya, aku laksana seekor biri-biri betina yang berputar di pagi dan sore hari diantara dua serigala
Membuat ridla istri yang satu ternyata mengobarkan amarah istri yang lain
Hingga aku tak pernah selamat dari satu diantara dua kemurkaan
Aku terperosok ke dalam kehidupan nan penuh kemudlaratan
Demikianlah mudlarat yang ditimbulkan di antara dua madu
Malam ini untuk istri yang satu, malam berikutnya untuk istri yang lain, selalu sarat dengan cercaan dalam dua malam
Maka bila engkau suka untuk tetap mulia dari kebaikan
yang memenuhi kedua tanganmu hiduplah membujang
namun bila kau tak mampu, cukup satu wanita, hingga mencukupimu dari beroleh kejelekan dua madu
Bait syairnya yang dikatakan A’rabi ini tidak benar secara mutlak, tetapi barangsiapa yang takalluf (memberat-beratkan dirinya) melakukan
poligami tanpa disertai kemampuan memberikan nafkah, pendidikan dan
penjagaan yang baik, maka dimungkinkan akan menimpanya apa yang
dikisahkan oleh A’rabi itu yaitu berupa kesulitan dan kepayahan.
Wallahu A’lam
(sumber
dari kitab : Al Intishar lihuhuqil Mu’minat. Karya : Ummu Salamah As
Salafiyyah Hal. 154 -. Penerbit darul Atsar Yaman Cet. I Th. 2002. Telah
diterjemahkan dengan judul buku : Persembahan untukmu Duhai Muslimah
Cet. Pustaka Al Haura’ Yogyakarta)